Berpetualang : Camping Ke Buluh Cina, Kampar

Selasa, 30 Juni 2020

Menyiapkan perapian dipagi hari

Kemana saja selama beberapa hari menghilang? Apakah program disiplinku tidak berjalan dengan baik?
Tenang, bagi yang bertanya kemana aku menghilang nanti kuberitahu. -ntah ade ntah tidak orang yang nyari-.

Aku menghilang dari Sabtu kalau tidak salah, waduh malah aku yang lupa -ntar lihat contekan dulu-. Iya ternyata postingan terakhirku di hari Jum'at. Jadi dari Jum'at siang itu aku sudah diajak oleh adikku di Mapala Depi, "Kak Efri ngajak camping bang ke Buluh Cina", dalam hatiku seperti "Pucuk dicinta Ulampun Tiba" disaat aku ingin sekali bercengkerama dengan alam, alam panggil via kerabatku.

Jadi Sabtu sore itu berangkatlah aku, sebelumnya kuajak Ardi, katanya segan, ya aku mengerti perasaan itu, kau pun pasti faham, jika kita diajak untuk bercampur dengan temannya teman kita kita takut merasa terasing, jadilah aku pergi sendirian. Sebelum bergabung dengan rombongan kubelikan Bakso Crispy yang ada tak jauh dari simpang hendak masuk kearah Buluh Cina tersebut. begitu hendak masuk kucoba menanyakan posisi terakhir mereka, ternyata mereka masih dibelakangku, aku saja mungkin yang sangat bersemangat, karena tahu aku didepan bang Ayim langsung beri pesan "Carikan umpan untuk pancing Blank." langsung saja kuiyakan, karena kutahu abangku yang satu itu memang hobi sekali memancing. Setelah mencari yang ada jualnya jangkrik, dan yang dipesan tadi cacing. Tak apalah yang penting ada umpan, daripada kosong.

Karena mencari umpan, tentu saja mereka sudah duluan masuk, kususul saja dan bertemulah kami di penyebrangan Buluh Cina. Yang ikut ada Kak Rina, Bang Ayim, Efri, Irfan dan Depi, terakhir disusul oleh Bang Wirlis. setelah bertemu kami langsung saja menyeberang, kebetulan saat itu adzan Maghrib sudah berkumandang. Kami putuskan untuk menyeberang dahulu, baru sholat Maghrib di mesjid seberang, mesjid sedang dalam pembangunan.

Selesai sholat kami lanjut ke lokasi camping, jumpa dengan rombongan Geri, tetanggaku di Buatan II, mereka bikin camp tak jauh dari tempat kami ngecamp. Setelah tenda tegak dan hendak masak, baru tahu bahwa kompor portable-nya tidak terbawa, langsung bertindak cepat bikin tungku dan perapian darurat, untung panjang akal dan sudah banyak pengalaman, jadi tidak panik. Satu yang paling fatal yang tidak boleh dilakukan adalah, ketika ada permasalahan seperti itu, yang dicari adalah solusi, bukan siapa yang harus disalahkan, perbaiki mentalmu ya man teman, kami tidak akan melakukan itu, didikan dari organisasi membuat kami terbiasa menghadapi masalah dan berfikir cepat.

Setelah nasi masak barulah ayam yang disiapkan dari sekre -kurang tahu aku dari sekre atau rumah bang ayim- tadi dibakar dan kami makan malam dengan ayam bakar. Suasana yang cocok, setelah makan, pancingpun dipasang, bubu tak ketinggalan dan sebagian ada yang cerita, apa yang hendak diceritakan. Aku sudah tak terbiasa lagi begadang karena mungkin lingkunganku sudah berbeda dari sekre dulu, sekarang aku sudah berada didunia yang keras, kalau tak disiplin alamat terombang ambing.

Malam itu aku ditelpon Ayi, katanya adik sepupuku Fatih -yang kuceritakan sebelumnya- rindu padaku, dia bertanya abang kapan pulang? Aku belum bisa bilang apa- apa, kubilang pekan depan, dan berharap bisa pulang pekan depan. Jam 10 lewat mataku sudah tidak bisa diajak kompromi karena biasanya memang jam segitu aku tidur, jadi ketika kudapat kesempatan tidur aku langsung tidur.

Aku terbangun 30 menit sebelum subuh, kuhidupkan motor kucari musholla terdekat dari situ, oh iya tempat camp kami tak jauh dari rumah warga, karena kami hanya ingin mencari suasana pinggir sungai dan sepi saja. Aku siap siap ganti kostum untuk sholat subuh.

Selesai sholat seperti disekolah aku ambil waktu untuk berolahraga sejenak, karena kulihat yang lain masih tertidur, aku juga tidak tahu mereka tadi malam tidur jam berapa. Tapi aku tidak lari jogging, hanya stretching saja. untuk melancarkan aliran darah, tak lama satu persatu bangun, setelah kusiapkan api untuk yang mau masak, aku menuju kesungai untuk berenang, berendam, berkecimpung kecimpung sampai dengan tangan keriput, airnya sangat deras, kami tidak berani agak jauh ketengah, takutnya hanyut terbawa arus, sungainya tidak dalam, kira - kira sedadaku.

Setelah puas mandi sarapan, karena keasikan mandi sarapannya jadinya sekitar jam 9 an, setelah puas berendam kami menuju ke danau tanjung putus, yang merupakan tempat wisatanya desa Buluh Cina tersebut, yang lain asik foto - foto aku lebih memiliih untuk tidur siang, mungkin karena kecapekan berenang.

Setelah puas foto - foto dan dilanjutkan makan siang, kami pulang. Ketika hendak pulang feri penyeberangan nya rusak, dan kami mau tidak mau menggunakan sampan warga dan membayar lebih, tak apa lah hitung - hitung sedekah, daripada menyerahkan duit kepada kapitalis, mending untuk warga yang membutuhkan. 

Aku belum pandai merangkai kata untuk menggambarkan situasi yang terjadi, dikepalaku itu terbayang, tapi ketika menuliskannya tidak bisa, itulah kenapa aku butuh banyak latihan agar apa yang ingin kusampaikan jadi tersampaikan.

Berenang bersama Irfan dan Bang Ayim


Menjaga kehidupan api

Bakar Ayam (dari kiri : Irfan, Bang Wirlis dan Blank)


Berusaha dengan keras, tanpa kenal lelah

Bakar Ayam

By Blank

No comments:

Post a Comment